03 Februari 2009
Gedung Putih Bantah Pernah Bertemu Syria dan Iran
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyangkal tuduhan bahwa tim penasihat Presiden AS Barack Obama pernah melakukan pertemuan rahasia dengan pejabat Syria dan Iran selama proses transisi pemerintahan dari Presiden George W Bush.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Mike Hammer, Minggu (1/2) lalu. Pernyataan tersebut untuk menjawab tudingan yang disampaikan salah satu lembaga tink-tank yang dibiayai Kongres AS.
"Presiden membuat peraturan secara jelas kepada tim transisi bahwa tidak akan ada kontak dengan diplomat asing selama proses transisi," ungkap Hammer.
Sekelompok pakar di bawah naungan lembaga tink-tank United States Institute of Peace (USIP), Kamis (29/1), mengumumkan penemuan kontroversial itu. USIP melaporkan, tim transisi Obama bertemu dengan Presiden Syria Bashar Al Assad di Damaskus sekira dua jam lamanya.
USIP menambahkan, Ellen Laipson, mantan penasihat Presiden Bill Clinton menemani tim transisi Obama untuk bertemu dengan Assad. Tim transisi tersebut dilaporkan bertemu Assad pada 11 Januari lalu. Padahal, Obama secara dilantik sebagai Presiden AS menggantikan George W Bush pada 20 Januari lalu.
Sementara Kelompok Pugwash - organisasi internasional di AS - pada 30 Januari lalu melaporkan hasil pertemuan yang dilakukan tim penasihat Obama dengan para petinggi Iran. Direktur Pugwash Jeffrey Boutwell menyatakan, para ahli nuklir AS telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan petinggi Iran dalam beberapa bulan lalu.
"William Perry ikut berpartisipasi dalam beberapa pertemuan yang fokus pada isu lebih luas lagi, mencakup pengucilan Iran dari negara Barat. Ini bukan hanya membahas program nuklir, tetapi juga proses perdamaian di Timur Tengah dan masalah Teluk Persia," ungkap Boutwell kepada AFP.
William Perry merupakan mantan menteri pertahanan yang ikut tergabung dalam tim kampanye Obama. Sayangnya, Boutwell enggan membeberkan nama-nama pejabat lainnya yang terlibat dalam pertemuan dengan pejabat Iran itu. Menanggapi laporan dari kedua lembaga itu, seorang pejabat senior Gedung Putih menolak tuduhan tersebut.
Laporan tersebut dianggap tidak akurat. Iran dan Syria masuk dalam "daftar hitam" AS sebagai negara pendukung teroris. Daftar hitam itu dikeluarkan AS selama kepemimpinan Bush. AS menuduh Syria membantu para pejuang Hezbullah di Lebanon dan Hamas di Palestina.
Hubungan antara AS dan Teheran tidak harmonis sejak Iran berhasil mendeklarasikan berdirinya Republik Islam. Selama hampir 30 tahun, kedua negara tidak mempunyai perwakilan diplomatiknya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar